DeveNews.com – Kasus Kopi Sianida kembali mencuat setelah “Ice Cold Murder” yang menuai polemik, para content creator pun mulai mengundang kembali orang-orang yang dulu terlibat dalam Kasus Kopi Sianida, tak terkecuali Profesor Eddy selaku saksi ahli. Eddy hadir di acara podcast Denny Sumargo dan Deddy Corbuzier. Dari kedua video podcast tersebut, ada beberapa hal menarik yang dapat disimpulkan.
Penayangan “Ice Cold: Murder, Coffeee, and Jessica Wongso” yang menggegegerkan Indonesia membuat banyak sekali content creator di luar sana menjadikan ini sebagai topik konten, tak terkecuali para Youtuber seperti Denny Sumargo, Deddy Corbuzier, dr. Richard, Karni Ilyas, dan masing-masing dari mereka membawa berbagai narasumber berbeda-beda. Nessie Judge adalah salah satu Youtuber yang membuat konten mengenai “Ice Cold”, tetapi kontennya adalah seputar diskusi yang diwakili oleh kriminologi, penyelidik di Australia dan kreator tiktok sekaligus mahasiswa jurusan hukum di UGM.
Berdasarkan konten podcast milik Deddy Corbuzier dan sedikit tambahan dari podcast milik Denny Sumargo yang sama-sama menghadirkan Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., saksi ahli yang akrab dipanggil Profesor Eddy pada Kasus Kopi Sianida. Dari kedua podcast tersebut, sekiranya ada beberapa pertanyaan netizenyang telah dijawab oleh Prof Eddy. DeveNews merangkumnya menjadi sebagai berikut:
- Apakah tanpa direct evidence bisa memenjarakan Jessica dengan pidana terberat?
“Postula in criminalibus, probationes bedent esse luce clariores.”
Bahwa dalam perkara pidana, bukti-bukti harus lebih terang dari pada Cahaya.
Dalam sebuah kasus, selain direct evidence masih ada enam jenis bukti lain yang diakui, yaitu testimonium, substitute, scientific, documentary, demonstrative, dan real or physical evidence. Dalam kasus ini, Profesor Eddy sebelum menerima sebagai saksi ahli kasus minta untuk diperlihatkan keterangan dari ahli lain, keterangan saksi (BAP, Berita Acara Pemeriksaan), sembilan CCTV di Kafe Olivier, dan hard evidence seperti mesin pembuat kopi, gelas, serta segala yang ada di TKP. Total terdapat sekitar 30 bukti.Walaupun keseluruhan bukti yang ada memang bukan direct evidence, tetapi menurut Binsar Gultom, ada juga circumstantial evidence atau bukti tidak langsung berdasarkan fakta yang ada dan bisa dibuktikan. Pembuktian tidak langsung bisa digunakan selama sesuai dengan fakta dan keterangan para saksi ahli. Jadi, berdasarkan penjelasan Profesor Eddy maka pemberian hukuman kepada Jessica tanpa direct evidence masih bisa dilaksanakan.
Kemudian ditanyakan mengenai Jessica lolos lie detector, Professor Eddy klarifikasi bahwa berita tersebut tidak benar. Jadi, beliau klarifikasi bahwa tidak dilakukan Lie Detector pada Jessica.
Denny Sumargo juga menanyakan Perihal mengapa Jessica tidak boleh berbicara banyak saat di Interview oleh Netflix yang juga menjadi kecurigaan dari para Netijen Indonesia, beliau kemudian mengatakan kemungkinan ada hal yang dilanggar sehingga petugas melarang Jessica untuk berbicara lebih lanjut di Netflix.
- Mengenai Sianida sebesar 0,2 mg pada Lambung Korban…
Terdapat ‘misinformasi’ pada sianida yang dimaksud karena sianida dalam lambung korban adalah NaCN atau natrium sianida. Sianida memiliki beberapa jenis dan bentuk, natrium sianida adalah racun berwujud garam. Profesor Eddy tidak menjelaskan begitu banyak mengenai kandungan racun pada tubuh Mirna selaku korban karena beliau menganggap perlu dihadirkan ahli yang mampu menjelaskan lebih detail.
Akan tetapi, berdasarkan data di internet referensi dosis mematikan dari NaCN normalnya adalah 2,857 mg/kh dan Mirna mengonsumsi sebanyak 297,6 mg. Dosis yang dapat mematikan Mirna bila dihitung dari berat badan tubuh adalah 171,42 mg. Dengan begitu, diperoleh kesimpulan bahwa Mirna telah meminum melebihi dosis yang seharusnya. Menjelaskan kondisi korosif pada mulut, kerongkongan, dan lambung.
Dari sumber lainnya yang memberikan perhitungan mengenai jumlah racun dan alasan sedikitnya sianida pada lambung adalah karena terdapat kandungan asam di lambung. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
❖ 1 kali sedotan normal bisa menyedot air kopi kurang lebih 20 ml.
❖ 20 ml kopi mengandung NaCN senilai 14,88 g/l.
❖ 0,021 x 14,88 g/l = 0,2976 g/l = 297,6 mg (Jumlah racun yang ditelan Mirna)
❖ Mirna berbobot 60 kg, maka 60 kg x 2,857 mg/kg = 171,42 mg (dosis racun untuk membunuh Mirna)
❖ Namun, yang dikonsumsi oleh Mirna melebihi dosis, yaitu 297,6 mg > 171,42 mg.
- Apakah Kasus Kopi Sianida bisa dibuka kembali?
“Res judicata pro veritate habetur”
Putusan pengadilan dianggap benar dan harus dihormati
Profesor Eddy menjelaskan kalau kasus ini sudah diuji di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung, dan dua kali peninjauan kembali (PK). Total, kasus ini telah diuji sebanyak lima kali dan diperkarakan lima kali dengan 15 hakim berbeda. Hasilnya, no dissenting opinion(tidak ada perlawanan pendapat) dari ke-15 hakim sehingga kasus pun akhirnya ditutup dan dianggap sudah selesai.
Profesor Eddy juga menambahkan kalau kasus bisa saja dilakukan peninjauan kembali bila ada novum (bukti baru). Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa peninjauan kembali dapat dilakukan lebih dari satu kali, sedangkan Kasus Kopi Sianida telah dilakukan dua kali. Oleh karena itu, Kasus Kopi Sianida masih dapat dibuka kembali jika menemukan bukti baru. Namun, kasus tidak bisa dibuka juga hanya karena keinginan masyarakat. Hotman Paris juga menambahkan kalau solusi agar Jessica dapat terbebas dengan meminta grasi, yaitu pengampunan dari presiden kepada seorang terpidana. Namun, grasi bisa diajukan apabila yang terpidana mengakui perbuatannya. Sementara diketahui dari Penasihat Hukum Jessica, Otto Hasibuan, bahwa yang bersangkutan tidak mau grasi karena hal yang menurutnya adalah perbuatan yang ia tidak lakukan.
Jika DeVers ingin pembahasan lebih dalam bisa lihat di podcast Denny dan Deddy. Juga di Podcast Karni Ilyas. Akan lebih baik apabila DeVers menyempatkan diri untuk menonton video tersebut secara langsung agar mendapat gambaran yang lebih jelas lagi.
Mungkin DeVers serta netizen lain di luar sana masih mempunyai banyak pertanyaan yang belum terjawab. Oleh karena itu, mari kita tunggu saja sampai dihadirkannya kembali para ahli untuk memberikan penjelasan yang sekiranya lebih runut.
Ingat, tetaplah bijak bermedia sosial dan batasi penggunaan bahasa yang ofensif. Selagi kasus ini bergulir, akan lebih baik apabila kita menahan diri dan menunggu perkembangannya.
[Felicia]