Dalam tulisan ini akan membahas menenai pendidikan muatan lokal. Menuntut ilmu adalah kewajiban seorang pelajar dan patut dimanfaatkan untuk keberlangsungan hidup dan sebagai jaminan kesuksesan di kemudian hari. Pendidikan bagi generasi muda tentu sangat penting dan berpengaruh dalam kemajuan bangsa kita, bangsa Indonesia. Seperti kata pak B.J Habibie, “Kalau bukan anak bangsa ini yang membangun bangsanya, siapa lagi? Jangan harapkan orang lain datang membangun bangsa kita”
Peran dan fungsi pendidikan yang begitu komprehensif, membuat pendidikan menjadi salah satu faktor peningkatan prestasi bangsa dan kualitas sumber daya manusia. Walaupun akarnya pahit, tetapi buahnya manis. Seperti itulah pendidikan. Yang menuntut kita untuk terus belajar dengan susah payah dan pasti hasilnya akan sangat bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
Dalam berjalannya suatu proses pendidikan, tentu tidak akan terlepas oleh beberapa masalah maupun problematika yang ada. Seperti halnya masalah pada minimnya jumlah tenaga pengajar, persoalan biaya bagi masyarakat yang kurang mampu dan masalah lain yang tidak dapat disebutkan satu per-satu. Berbagai variasi masalah pendidikan tersebut menjadi hambatan dan gangguan tersendiri untuk dunia pendidikan saat ini. Apalagi, muncul suatu permasalahan yang terkadang permasalahan ini hanya dianggap sepele oleh pemerintah dan instansi pendidikan Indonesia. Yaitu fungsi dan tujuan pendidikan muatan lokal yang mulai memudar. Pendidikan muatan lokal sendiri merupakan kegiatan kurikuler yang diimplementasikan untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah seperti budaya lokal, bahasa, dan lain-lain.
- Era Globalisasi
Di era globalisasi saat ini, peran pendidikan muatan lokal mulai menghilang. Padahal, yang seperti kita ketahui bahwa pendidikan muatan lokal merupakan salah satu pendidikan yang dapat menonjolkan semangat anak bangsa dalam mencintai budayanya. Apalagi, anak muda maupun pelajar saat ini semakin tergerus arus globalisasi yang tidak dapat dijauhi dan membuat mereka semakin terpana akan tren maupun gaya kebarat-baratan yang berhasil menghipnotis pola pikir pelajar saat ini.
Korelasi globalisasi dengan pendidikan muatan lokal sangatlah erat. Dampak dan akibat yang ditimbulkan dari globalisasi membuat rasa cinta tanah air pemuda dan penerus bangsa Indonesia, perlahan memudar. Bersengkarutnya globalisasi terhadap kota-kota di Indonesia sendiri juga terus meningkat. Dan sangat disayangkan, rasa ingin tahu pelajar dan semangat mempelajari budaya sendiri mengalami degradasi. Keterbalikan fakta tersebut menjadikan pendidikan muatan lokal sebagai salah satu titik tumpu bahwa eksistensi dan peran pendidikan muatan lokal kurang memberikan kesadaran dan rasa cinta akan keunggulan budaya lokal.
- Dasar Hukum Muatan Lokal
Dasar hukum mengenai muatan lokal dapat kita lihat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia No. 79 tahun 2014 tentang muatan lokal kurikulum 2013 Pasal 2 Ayat 1 : “Muatan lokal merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya.”
Selain dasar hukum untuk pendidikan muatan lokal di kurikulum 2013, kita dapat melihat bahwa sejak KTSP 2006, telah memiliki dasar hukum mengenai muatan lokal yang lebih terdahulu. Dapat kita lihat pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tepatnya pasal 37 ayat 1. Yang menyebutkan bahwa pendidikan dasar dan menengah “wajib” memuat beberapa pelajaran diantaranya pendidikan agama, matematika, muatan lokal, dan lain-lain. Dapat ditinjau dari dasar hukum tersebut, pemerintah ingin menanamkan pendidikan muatan lokal sejak dini mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah.
Pendidikan muatan lokal mulai menjadi formalitas dan prosedur pembelajaran semata yang kurang memberikan kontribusi lebih dan meleset dari tujuan diadakannya mata pelajaran ini. Oleh karena itu dapat dibuktikan dengan mulai berkurangnya ketertarikan pelajar Indonesia yang sangat menonjol seperti mulai menurunnya minat untuk melestarikan budaya sendiri melainkan lebih tertarik menerima modernisasi dan tren kebarat-baratan yang terkadang tidak sesuai dengan etika dan norma di Indonesia.
Modernitas sebenarnya tak jadi masalah. Namun, terfokus pada fungsi pendidikan muatan lokal yang sebenarnya untuk membangkitkan minat dan pemahaman untuk melestarikan budaya lokal melainkan hanya menjadi formalitas yang terimplementasi namun meleset dari tujuan sebenarnya.
RIFLY MUBARAK
SISWA SMU AL MADANI-SULAWESI TENGAH – INDONESIA