Mengoreksi Penulisan Pertanda Gangguan Kejiwaan
dailymail.co.uk

DeveNews.Com-Jakarta. Kita pastinya akan merasa bahagia dan terdukung apabila seseorang menghargai atau mengoreksi kesalahan kita dengan cara yang baik. Namun pernahkah kamu mengalami kejadian dimana seseorang menertawakan mu karena kesalahan ejaan atau penulisan yang tidak disadari ? atau justru dirimu lah yang menemukan kesalahan tersebut ? Benarkah Suka Mengoreksi Penulisan itu Pertanda Gangguan Kejiwaan?

Kondisi yang seringkali disebut sebagai grammar Nazis  ini terjadi hampir di seluruh dunia, dimana kondisi ini terjadi ketika seseorang hobi mengkoreksi kesalahan penulisan atau ejaan yang dilakukan oleh lawan bicaranya baik dalam dunia kerja maupun personal. This group is known for constantly being bothered by grammatical errors.  Mereka akan merasa tidak nyaman apabila ada tulisan atau ejaan yang salah dalam setiap hal baik disengaja maupun tidak.

Sebuah studi menunjukan bahwa seseorang dengan kebiasaan ini mungkin memiliki sedikit gangguan personalitas yang membuat mereka sulit untuk ‘setuju’ dengan sebuah kesalahan keci. Sebuah tes psikologi mengungkapkan bahwa para grammar Nazis  umumnya adalah introvert dan seringkali menghakimi seseorang dari kesalahannya. Studi yang diterbitkan dalam jurnal PLOS One ini juga turut meneliti bagaimana kepribadian seseorang mengpengaruhi respon mereka terhadap typo.

“Ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa kepribadian pendengar atau pembaca memiliki efek terhadap interpretasi bahasa,” jelas Julie Boland selaku peniliti dari University of Michigan. Julie dan tim juga melakukan eksperimen untuk meneliti ‘penghakiman’ sosial yang secara tidak langsung diberikan kepada para penulis.

Julie dan tim meminta 83 partisipan untuk membaca email respon sebuah iklan kepada teman serumahnya, dimana email tersebut ditulis secara berbeda dan beberapa memiliki penulisan yang salah. Para partisipan kemudian diminta untuk mendeskripsikan orang seperti apa yang menulis email tersebut berdasarkan latar belakang dan persepsi mereka.

Setelah menjawab beberapa pertanyaan, para peneliti memberikan tes kepribadian pada partisipan, dimana tes tersebut akan menganalisa faktor kepribadian partisipan mulai dari keterbukaan, kesetujuan, introversi/ekstraversi, neurotisisme hingga hati nurani (simpati dan empati). Partisipan juga dibagi menjadi beberapa grup untuk menganalisa kepribadian mereka.

Hasil studi menunjukkan bahwa 83 partisipan secara tidak langsung memberikan penilaian yang negatif terhadap penulis email tersebut. Selain itu, partisipan yang memiliki kepribadian ekstrovert cenderung mentoleransi pengejaan dan penulisan yang salah, sedangkan introvert memilih untuk men ’judge’ penulis email secara negatif karena kesalahan tersebut. Mereka yang memiliki simpati tinggi namun seorang introvert juga lebih sensitif terhadap penulisan yang typo.

[Bella Setawati]